Sejarah

8 Tokoh Asing Yang Berjasa Untuk Indonesia Pada Masa Penjajahan

Meskipun sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia didominasi oleh tokoh-tokoh lokal, ada beberapa tokoh asing yang turut andil dan memberikan kontribusi penting dalam untuk Indonesia saat masa penjajahan.

Mereka berasal dari berbagai latar belakang dan negara, dan tindakan mereka menunjukkan solidaritas global dalam menghadapi kolonialisme. Berikut adalah beberapa tokoh asing yang berjasa untuk Indonesia pada masa penjajahan.

1. James Richardson Logan

James Richardson Logan adalah seorang ahli hukum dan etnolog Skotlandia. James Richardson Logan bekerja sebagai pengacara di Singapura dan kemudian menjadi editor dan mengelola majalah ilmiah Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA).

Ia dikenal karena kontribusinya dalam bidang etnologi dan penemuan nama “Indonesia” untuk kepulauan di Asia Tenggara yang saat itu dikenal sebagai Hindia Timur atau Indian Archipelago.

Nama ini pertama kali digunakan oleh seorang etnolog asal Inggris, George Windsor Earl, pada tahun 1850 dalam tulisan ilmiahnya. Ia mengusulkan istilah Indu-nesians atau Malayunesians untuk menyebut penduduk kepulauan ini.

Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago, dia menyebut nama Indonesia untuk nama khas bagi kepulauan tanah air kita sebagai pengganti dari nama Indian Archipelago.

“Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago“.

Kata Indonesia berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani Kuno, yaitu Indos dan nesos. Indos berarti India, yang merujuk pada wilayah di sebelah timur Sungai Indus. Nesos berarti pulau, sehingga “Indonesia” secara harfiah berarti “Kepulauan India”.

Baca Juga:

2. Eduard Douwes Dekker (Multatuli)

Eduard Douwes Dekker merupakan penulis Max Havelaar pada 1860. Pria Belanda ini pertama kali datang ke Indonesia pada 1839. Kala itu dia bekerja sebagai pegawai di kantor Pengawasan Keuangan Batavia. Douwes Dekker sempat beberapa kali berganti tempat bekerja. Dia pernah dituduh melakukan penggelapan uang tapi pada akhirnya tuduhan tersebut tidak terbukti.

Pada bukunya yang berjudul Max Havelaar, Douwes Dekker menulis dengan detail kekejaman kolonial Belanda. Bukti-bukti yang disajikannya pun membuat karyanya sangat hidup. Buku tersebut lantas menggambarkan keadaan di Indonesia kepada dunia. Adapun pesan yang bisa diambil adalah sistem kolonialisme yang sudah keterlaluan. Selain itu, buku ini juga menginspirasi para pejuang kemerdekaan untuk tetap semangat dalam merebut kemerdekaan.

3. Ernest Douwes Dekker (Doktor Setiabudi)

Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker atau dikenal sebagai Douwes Dekker atau Dr. Setiabudi lahir di Pasuruan, Hindia Belanda, 8 Oktober 1879. Dia meninggal di Bandung, Jawa Barat, 28 Agustus 1950 pada umur 70 tahun. Dia adalah seorang pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasional Indonesia.

Darah pejuangnya lahir dari kerabatnya, Eduard Douwes Dekker alias Multatuli. Douwes Dekker adalah seorang peletak dasar nasionalisme Indonesia di awal abad ke-20. Ia merupakan penulis yang kritis terhadap kebijakan pemerintah penjajahan Hindia Belanda.

Ia adalah wartawan, aktivis politik, serta penggagas nama “Nusantara” sebagai nama untuk Hindia Belanda yang merdeka. Setiabudi adalah salah satu dari “Tiga Serangkai” pejuang pergerakan kemerdekaan Indonesia, selain dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat.

4. Laksamana Muda Tadashi Maeda

Tahun 1930-an Maeda menjadi atase di Den Haag dan Berlin, di sanalah ia berhubungan dengan banyak pelajar dari Indonesia diantaranya Nazir Pamuntjak, Achmad Subardjo, Hatta, dan AA Maramis.

Maeda merupakan orang yang diutus untuk mempelajari pergerakan Indonesia selama 10 tahun. Setelah drama ‘penculikan’ Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok, rumah Maeda di Jl. Teji Meijidori No. 1 (kini Jl. Imam Bonjol, Jakarta Pusat) menjadi tempat disusunnya naskah Proklamasi yang rampung pada tanggal 17 Agustus 1945 sekitar pukul 3 pagi. Pukul 10 paginya, naskah tersebut dibacakan beserta penjagaan dari beberapa bawahan Maeda.

Atas dukungannya terhadap kemerdekaan Republik Indonesia, Maeda mendapat Bintang Jasa Nararya di Upacara Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1973 dan sempat bertemu dengan Bung Hatta.

Baca Juga:

5. Baron van Hoevell

Baron van Hoevell dikenal sebagai seorang pendeta yang juga negarawan asal Belanda. Dilansir dari laman boombastis.com, selama bertugas di Batavia pada tahun 1848, ia kerap memprotes kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial Belanda yang dianggap tidak pro rakyat. Akibat perbuatannya, Baron sempat diusir oleh pemerintah Belanda lantaran dianggap radikal.

Baron juga paling vokal menolak program tanam paksa atau cultuurstelsel yang diterapkan Belanda terhadap rakyat Indonesia. Ia memang konsisten berjuang demi kesejahteraan rakyat pribumi di mana salah satunya ialah pengembangan pendidikan layak tanpa adanya diskriminasi.

6. Ichiki Tatsuo

Sama seperti Laksamana Maeda, Ichiki Tatsuo juga membelot negaranya untuk membantu Indonesia meraih kemerdekaan. Tatsuo atau Abdul Rachman dalam nama Indonesia, merasa kecewa dengan Jepang karena telah mengkhianati Indonesia atas perjanjian kemerdekaan yang akan diberikan.

Kekecewaan tersebut menjadi awal perjuangannya di sisi bangsa Indonesia. Perannya dalam membantu Indonesia antara lain bergabung dalam Pembela Tanah Air (PETA) di Divisi Pendidikan sebagai penasihat, dan memimpin Pasukan Gerilya Istimewa di Semeru, Jawa Timur. Seluruh anggota dari pasukan ini adalah tentara Jepang yang memiliki rasa simpati dengan bangsa Indonesia.

Perjuangan Tatsuo berakhir pada 9 Januari 1949 di Desa Dampit, Malang, karena tertembak oleh pasukan Belanda

7. Muriel Struart Walker

Muriel Struart Walker memiliki darah kelahiran Glasgow, Skotlandia. Dirinya datang ke Indonesia pada dasarnya bukan dari golongan penjajah atau kolonial. Muriel merupakan seorang imigran dari Glasgow yang bermigrasi ke California lalu pindah ke Bali. Alasan dirinya pindah ke Indonesia karena terinspirasi oleh film yang berjudul Bali: The Last Paradise.

Selain itu, Muriel merupakan seorang penyiar radio dan menjadi cikal bakal terbentuknya saluran radio pertama yang dimiliki Indonesia.

Perlu diingat dalam sejarah perjuangan, salah satu pejuang Indonesia yaitu Bung Tomo pernah menyiarkan genderang semangat perjuangan untuk bangsa Indonesia melalui radio. Orang yang menyiapkan siaran tersebut yang berperan di balik layar adalah Murieal Struart Walker. Perannya membantu meraih kemerdekaan memiliki dampak yang bisa dirasakan hingga saat ini.

Baca Juga:

8. Yang Chil-seong

Tak hanya dari negara penjajah, orang asing dari Korea ini juga turut mendukung kemerdekaan Indonesia. Yang Chil-seong lahir pada 29 Mei 1919. Dia memiliki nama Indonesia sebagai Komarudin serta nama Jepang yakni Shichisei Yanagawa.

Awalnya Yang Chil-seong dipekerjakan Jepang saat menjajah Indonesia. Pasca kemerdekaan, dia memilih tetap tinggal di Indonesia dan mengganti namanya. Bahkan, dia juga memutuskan masuk agama Islam.

Saat Belanda melancarkan agresi militer, Yang Chil-seong pergi ke Garut dan bergabung bersama pejuang kemerdekaan yang bernama Pasukan Pangeran Papak. Dalam riwayatnya, pengalaman yang dimiliki Chil-seong membuatnya cukup merepotkan bagi Belanda. Namun, pada akhirnya dia tertangkap dan dijatuhi hukuman mati pada 1949.

Itulah beberapa tokoh asing yang berjasa untuk Indonesia saat masa penjajahan Belanda dan Jepang. Semoga bermanfaat.

Baca Juga: 8 Ulama Pejuang Kemerdekaan Indonesia, Bukan Hanya Pahlawan Biasa

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button