Sejarah

Strategi Diplomasi, 5 Perundingan Indonesia Pasca Proklamasi Kemerdekaan

Setelah merdeka Indonesia menghadapi tantangan dalam upaya mempertahankan kemerdekaan. Hal ini diakibatkan oleh adanya keinginan Belanda kembali berkuasa di Republik yang baru merdeka.

Upaya Belanda mendapatkan titik terang dengan adanya tentara Sekutu (AFNEI) yang bertugas melucuti tentara Jepang yang ada di Indonesia. NICA (Belanda) mendapatkan tumpangan untuk kembali menguasai Indonesia.

Rakyat Indonesia dengan sekuat tenaga berupaya mempertahankan kemerdekaan. Salah satu cara adalah dengan mengadakan diplomasi atau perundingan dengan pemerintah Belanda.

Jalur diplomasi ditempuh oleh pemerintah Indonesia dengan memperhatikan beberapa faktor. Salah satunya untuk memperkecil korban yang tewas. Selain itu diplomasi dilakukan karena pada saat itu persenjataan yang berhasil dirampas dari Jepang belum mampu menandingi senjata Belanda yang ditopang oleh tentara AFNEI.

Setelah berdirinya Republik Indonesia hingga pengakuan kedaulatan, telah terjadi beberapa perundingan, yaitu:

1. Perundingan Linggarjati

Perundingan Linggarjati adalah suatu perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan diratifikasi kedua negara pada 25 Maret 1947.

Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir. Anggota delegasi Indonesia antara lain, Susanto Tirtoprodjo, Moh. Roem, A.K Gani. Delegasi Belanda diwakili oleh tim yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H.J. van Mook, Maz Van Poll,dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini. Hasil perundingan terdiri dari 17 pasal yang antara lain berisi:

  1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan Madura.
  2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
  3. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
  4. Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth /Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.

Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947, Gubernur Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer Belanda I.

Hal ini merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda. PBB kemudian mengambil tindakan terhadap agresi Belanda tersebut dengan cara membentuk KTN. Lembaga ini dibentuk pada tanggal 25 Agustus 1947 sebagai reaksi PBB terhadap Agresi Militer Belanda I. Lembaga ini beranggotakan 3 negara : Australia (dipilih oleh Indonesia) dengan tokoh Richard Kirby, Belgia (dipilih oleh Belanda) dengan wakil Paul Van Zealand dan Amerika Serikat (pihak netral) yang mengutus wakil dr. Frank Graham.

KTN ini berperan untuk mengawasi secara langsung penghentian peperangan sesuai resolusi Dewan Keamanan PBB, memasang patok-patok wilayah status quo yang dibantu oleh TNI, dan mempertemukan kembali Indonesia Belanda dalam Perundingan Renville.

Baca Juga:

2. Perjanjian Renville

Atas usulan KTN pada tanggal 8 Desember 1947 dilaksanakan perundingan antara Indonesia dan Belanda di atas kapal Renville yang sedang berlabuh di Jakarta.

Delegasi Indonesia terdiri atas perdana menteri Amir Syarifudin, Ali Sastroamijoyo, Dr. Tjoa Sik Len, Moh. Roem, Haji Agus Salim, Narsun dan Ir. Juanda. Delegasi Belanda terdiri dari Abdulkadir Widjojoatmojo, Jhr. Van Vredeburgh, Dr. Soumokil, Pangran Kartanagara dan Zulkarnain. Ternyata wakil-wakil Belanda hampir semua berasal dari bangsa Indonesia sendiri yang pro Belanda. Dengan demikian Belanda tetap melakukan politik adu domba agar Indonesia mudah dikuasainya.

Setelah selesai perdebatan dari tanggal 8 Desember 1947 sampai dengan 17 Januari 1948 maka diperoleh hasil persetujuan damai yang disebut Perjanjian Renville. Pokok-pokok isi perjanjian Renville, antara lain sebagai berikut :

  1. Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia samapi kedaulatan Indonesia diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat yang segera terbentuk.
  2. Republik Indonesia Serikat mempunyai kedudukan yang sejajar dengan negara Belanda dalam uni Indonesia-Belanda.
  3. Republik Indonesia akan menjadi negara bagian dari RIS
  4. Sebelum RIS terbentuk, Belanda dapat menyerahkan sebagain kekuasaannya kepada pemerintahan federal sementara.
  5. Pasukan republic Indonesia yang berda di derah kantong haruns ditarik ke daerah Republik Indonesia. Daerah kantong adalah daerah yang berada di belakang Garis Van Mook, yakni garis yang menghubungkan dua derah terdepan yang diduduki Belanda.

Seperti pada perundingan Linggarjati, pada perundingan Renville ini bangsa Belanda juga mengingkari janjianya dengan cara melakukan agresi militer Belanda yang kedua.

Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda menyerbu ibu kota republik Indonesia saat itu, yakni Yogyakarta. Presiden, wakil presiden dan beberapa menteri ditangkap oleh Belanda. Sedangkan tentara yang dipimpin oleh Jenderal Sudirman melakukan aksi perang gerilya.

Sebelum tertangkap Presiden Soekarno sudah menunjuk menteri kemakmuran Syafrudin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, kalau hal tersebut gagal, presiden juga sudah memerintahkan A.A Maramis untuk membentuk pemerintahan sementara di India.

PBB mengutuk tindakan Belanda tersebut kemudian membentuk UNCI (United Nations Commisions for Indonesia). Badan perdamaian ini dibentuk pada tanggal 28 Januari 1949 untuk menggantikan Komisi Tiga Negara yang dianggap gagal mendamaikan Indonesia-Belanda. Peranan UNCI adalah mengadakan Perundingan Roem Royen (7 Mei 1949) dan mengadakan Konferensi Meja Bundar di Den Haag Belanda.

3. Perundingan Roem Royen

Perundingan Roem Royen (juga disebut Perjanjian Roem-Van Roijen) adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta.

Namanya diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Maksud pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang sama. Hasil pertemuan ini adalah:

  1. Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas gerilya
  2. Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar,
  3. Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta,
  4. Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan semua tawanan perang

Pada tanggal 22 Juni, sebuah pertemuan lain diadakan dan menghasilkan keputusan:

  1. Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat sesuai perjanjian Renville pada 1948
  2. Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela dan persamaan hak
  3. Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada Indonesia

Pada 6 Juli, Sukarno dan Hatta kembali dari pengasingan ke Yogyakarta, ibukota sementara Republik Indonesia. Pada 13 Juli, kabinet Hatta mengesahkan perjanjian Roem-van Roijen dan Sjafruddin Prawiranegara yang menjabat presiden Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dari tanggal 22 Desember 1948 menyerahkan kembali mandatnya kepada Soekarno dan secara resmi mengakhiri keberadaan PDRI pada tanggal 13 Juli 1949.

Pada 3 Agustus, gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia dimulai di Jawa (11 Agustus) dan Sumatera (15 Agustus).

4. Konferensi Inter Indonesia

Untuk memantapkan langkah RI dalam menghadapi Belanda di KMB pada tanggal 19 Juli 1949 RI mengadakan pendekatan dan koordinasi dengan (Bijeenkomst Foor Federal Overlaag (BFO) atau Musyawarah Negara-negara bagian Buatan Belanda.

Hasil terpenting dalam pertemuan ini adalah RI dan BFO sepakat untuk bersama sama menghadapi Belanda dalam KMB. Hal-hal yang dibicarakan pada Konferensi Inter Indonesia adalah:

  1. Susunan negara serikat akan dibentuk
  2. Bentuk kerja sama antara RIS dan Belanda dalam perserikatan UNI
  3. Sokongan BFO mengenai tuntutan RI atas penyerahan kedaulatan tanpa ikatan politik maupun ekonomi.
  4. Bidang kemiliteran dengan keputusan:
    • Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) adalah angkatan perang nasional
    • TNI menjadi inti APRIS dan akan menerima anggota-anggota Koninklijke Netherland-Idies Leger (KNIL) dan Veigligheids Batlyons (VB) dan kesatuan Belanda lainnya dengan syarat yang akan ditentukan selanjutnya.
    • Pertahanan Negara adalah semata-mata hak pemerintah RIS, bukan hak Negara-negara bagian.

Baca Juga:

5. Konferensi Meja Bundar

Konferensi Meja Bundar adalah pertemuan antara pemerintah Republik Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda dari 23 Agustus hingga 2 November 1949.

Pada KMB, delegasi Indonesia dipimpin oleh Moh. Hatta dengan anggota Moh. Roem, Supomo, J. Leimena, Ali Sastroamijoyo, Sukiman, Soeyono Hadinoto, Sumitro Djoyohadikusumo, A.K Pringgodigdo, Kolonel B. Simatupang, Sumardi dan Ir, Juanda. BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II, delegasi Belanda dipimpin oleh J.H. Van Maarseven, dan wakil dari UNCI diketuai Crithley.

Hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah:

  1. Belanda mengakui kedaulatan Indonesia paling lambat 30 Desember 1949.
  2. Indonesia berbentuk negara serikat dan merupakan sebuah uni dengan Belanda.
  3. Uni Indonesia-Belanda dipimpin oleh Ratu Belanda.
  4. Permasalahan Irian Barat yang merupakan daerah perselisihan akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.

Sebagai tindak lanjut dari KMB, maka pada tanggal 27 Desember 1949 dilakukan upacara penyerahan kedaulatan di 3 tempat secara bersamaan, yaitu :

  • di Den Haag (Belanda): penyerahan kedaulatan dari Ratu Yuliana kepada Drs. Moh. Hatta selaku wakil pemerintah RIS.
  • di Jakarta: penyerahan kedaulatan dari wakil pemerintah Belanda H.J. Lovink kepada wakil pemerintah RI Sri Sultan Hamengku Buwono IX
  • di Yogyakarta: penyerahan mandat dari Ir. Soekarno selaku Presiden RIS kepada Mr. Asaat selaku Pejabat Sementara Presiden RI

Sejak tanggal 27 Desember 1949 terbentuklah pemerintahan RIS yang terdiri dari 17 Negara bagian (salah satunya adalah RI di Yogyakarta) dan beribu kota di Jakarta, serta menggunakana Konstitusi RIS 1949.

Sedangkan RI di Yogyakarta tetap menggunakan UUD 1945.Tanggal 27 Desember 1949, pemerintahan sementara negara dilantik. Soekarno menjadi Presidennya, dengan Hatta sebagai Perdana Menteri membentuk Kabinet Republik Indonesia Serikat. Indonesia Serikat telah dibentuk seperti republik federasi berdaulat yang terdiri dari 16 negara yang memiliki persamaan persekutuan dengan Kerajaan Belanda.

Baca Juga: Mengenal Sejarah Perjanjian Linggarjati, Perundingan Awal Indonesia Dengan Belanda di Awal Kemerdekaan

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button