Sempat Menjadi Startup Unicorn, Akhirnya Marketplace Bukalapak Tutup
Bukalapak resmi mengumumkan penutupan layanan marketplace mereka yang selama ini menjadi platform bagi berbagai penjualan produk fisik. Keputusan ini akan efektif mulai 9 Januari 2025, menandai langkah besar dalam strategi bisnis perusahaan teknologi tersebut.
Perubahan ini menimbulkan berbagai pertanyaan di kalangan pengguna dan pelapak mengenai masa depan layanan Bukalapak.
Sejarah berdirinya Bukalapak
Bukalapak pertama kali beroperasi pada 2010, diinisiasi oleh Ahmad Zacky dan dua orang kawannya, yaitu Fajrin Rasyid dan Nugroho Herucahyono. Dari awal pengembangan, Bukalapak sudah didesain sebagai marketplace. Bukalapak dari awal dikembangkan agar menjadi lapak untuk pedagang bisa berjualan secara online. Masa awal pengembangan Bukalapak menjadi masa yang berat bagi tiga serangkai itu.
Dikutip dari Antara News, Bukalapak saat awal beroperasi tidak ada pengunjung sama sekali. Masalah tersebut disebabkan karena banyak pengguna di sekitar tahun 2010 yang belum terbiasa dengan marketplace untuk jual-beli online. Selain tak punya pengunjung, Bukalapak juga sulit mencari pedagang yang mau berjualan online di platform ini.
Pada 2011, Bukalapak yang berusia satu tahun hampir tutup. Saat itu, Bukalapak padahal sudah cukup memiliki pasar. Bukalapak sudah terkenal di kalangan pengguna yang hobi bersepeda, khususnya sepeda fixie. Sebagai platform berbasis website, Bukalapak sudah bisa menghasilkan 8,7 juta tampilan halaman per bulan pada 2011. Capaian ini merupakan lompatan yang sangat jauh dibanding bulan pertama Bukalapak beroperasi, yang hanya mencatat 150.000 klik.
Namun, capaian akses tersebut tidak diikuti dengan capaian pendapatan. Pendapatan yang diperoleh Bukalapak kala itu dari iklan yang dibayar pedagang hanya berkisar Rp 6–10 juta Pendapatan ini tak cukup buat bayar operasional dan Bukalapak mengalami krisis keuangan.
Di tengah krisis ini, Bukalapak nyatanya tidak menghapus layanan marketplace miliknya. Bukalapak malah mendapat “bantuan” dari pemodal ventura asal Jepang Takeshi Ebihara yang berinvestasi sebesar Rp 2 miliar. Dengan investasi ini, Bukalapak akhirnya bisa melanjutkan nafas kembali. Seiring waktu, Bukalapak terus bertumbuh pesat.
Baca Juga:
Berkembang menjadi salah satu startup Unicorn
Pada 2013, Bukalapak berhasil mencatat rata-rata transaksi harian sebesar Rp 500 juta atau Rp1,5 miliar setiap bulan. Bukalapak saat itu juga memiliki lebih dari 80.000 penjual dan 30 juta tampilan halaman per bulan.
Kemudian, pada sekitar awal 2018, Bukalapak juga berhasil menjadi startup “Unicorn” ke-empat di Indonesia dengan valuasi mencapai 1 miliar dollar AS. Status ini didapat setelah Bukalapak setelah menerima suntikan dana dari beberapa grup investor besar.
Grup investor yang turut mendanai Bukalapak antara lain adalah Emtek Grup dan 500 Startups. Sebelum Bukalapak, terdapat tiga startup di Indonesia yang berstatus “Unicorn” dulu, seperti Gojek (2016), Tokopedia (2017), dan Traveloka (2017). Saat pertama kali mencetak valuasi sekitar 1 miliar dollar AS dan berstatus “Unicorn”, Bukalapak sudah sangat jauh berkembang dengan memiliki 35 juta pengguna aktif bulanan dan terdapat total 2,2 juta pelapak.
Valuasi Bukalapak terus meningkat. Pada 2019, Bukalapak mendapat suntikan investasi baru yang termasuk dalam putaran pendanaan Seri F. Suntikan dana ini didapat dari perusahaan asal Korea Selatan, Shinhan GIB. Pendanaan tersebut dilaporkan membuat valuasi perusahaan menjadi lebih dari 2,5 miliar dollar AS atau sekitar Rp 35 triliun dengan nilai kurs saat itu.
Untuk diketahui, Zaky mundur sebagai CEO Bukalapak pada 2019 dan digantikan oleh Rachmat Kaimuddin. Setelah ditinggal Zaky, pendanaan Bukalapak tidak terganggu dan malah mendapatkan suntikan investasi baru. Pada tahun 2021, Bukalapak kembali mendapat suntikan investasi baru dalam putaran pendanaan Seri G.
Angka investasi yang digelontorkan mencapai 234 juta Dollar AS atau sekitar Rp 3,4 triliun. Gelontoran dana tersebut didapat dari sejumlah investor, seperti Microsoft, GIC (perusahaan investasi asal Singapura), dan Emtek.
Pernah jadi marketplace terbesar ketiga di Indonesia
Bersama dengan layanan marketplace andalannya, Bukalapak juga berhasil mendominasi traffic marketplace di Indonesia. Pada 2021, saat pandemi Covid-19 berlangsung, belanja online menjadi pilihan banyak pengguna. Di tengah situasi tersebut, Bukalapak berhasil mencatat marketplace yang paling banyak dikunjungi peringkat tiga. Pada Februari 2021, Bukalapak mencatat traffic share marketplace sebesar 8,23 persen dengan jumlah kunjungan bulanan sebanyak 13,58 juta.
Di peringkat pertama, terdapat Tokopedia yang mencatat 32,04 persen jumlah traffic share dengan jumlah kunjungan bulanan 129,1 juta. Kemudian, peringkat kedua ada Shopee dengan traffic share sebesar 29,78 persen dan jumlah kunjungan bulanan sebanyak 120 juta.
Di tahun 2021 juga, selain turut mendominasi traffic marketplace, Bukalapak juga mencatat rekor dengan menjadi startup ‘Unicorn’ pertama yang berhasil melakukan penawaran umum perdana saham (IPO) dan melantai di bursa saham. IPO saham Bukalapak dilakukan pada 27 Juli hingga 30 Juli 2021 di Bursa Efek Indonesia. Dengan kode emiten BUKA, Bukalapak menjadi startup unicorn Indonesia pertama yang listing di BEI pada 6 Agustus 2021.
Dengan pencapaian yang fantastis ini, sayangnya pada tahun 2024 muncul kabar yang kurang baik dari operasi bisnis Bukalapak. Sekitar akhir 2024, Bukalapak mengumumkan penghentian kegiatan dan penutupan sejumlah lini usaha yang dijalankan anak perusahaan. Aksi korporasi itu dijalankan seiring dengan kerugian dan tantangan industri yang dialami perusahaan sejak IPO pada 2021. Kemudian, baru-baru ini muncul pengumuman layanan marketplace Bukalapak tutup.
Penyebab marketplace Bukalapak tutup
Sekitar akhir 2024, Bukalapak mengumumkan penghentian kegiatan dan penutupan sejumlah lini usaha yang dijalankan anak perusahaan. Aksi korporasi itu dijalankan seiring dengan kerugian dan tantangan industri yang dialami perusahaan sejak IPO pada 2021. Kemudian, baru-baru ini muncul pengumuman layanan marketplace Bukalapak tutup.
Dalam keterangan tertulis di blog resminya, Bukalapak telah menghentikan operasional penjualan produk fisik. Adapun produk fisik itu adalah produk-produk yang dijual pedagang atau pelapak seperti yang selama ini sudah tersedia, misalnya barang elektronik, gadget, busana, sepeda, kendaran, dan lain sebagainya.
Operasi marketplace dari penjualan produk fisik ditutup dan digantikan dengan penjualan produk virtual, seperti pulsa prabayar, paket data, token listrik, listrik pascabayar, Prakerja, Bukasend, angsuran kredit, BPJS kesehatan, air PDAM, Telkom, pulsa pascabayar, TV kabel dan internet, serta lainnya.. Alasan Bukalapak tutup marketplace dan digantikan dengan penjualan produk virtual itu adalah bagian dari upaya transformasi perusahaan.
Baca Juga:
“Kami ingin menginformasikan bahwa Bukalapak akan menjalani transformasi dalam upaya untuk meningkatkan fokus pada Produk Virtual. Sebagai bagian dari langkah strategis ini, kami akan menghentikan operasional penjualan Produk Fisik di Marketplace Bukalapak,” tulis Bukalapak di blog resminya.
Bukalapak juga memberikan informasi tambahan, yaitu mulai 1 Februari 2025, fitur untuk menambahkan produk baru akan dinonaktifkan. Pelapak tidak dapat menambah produk baru setelah periode ini. Semua pesanan yang belum diproses hingga 2 Maret 2025 pukul 23.59 WIB akan dibatalkan secara otomatis oleh sistem.
Baca Juga: Kisah Perjalanan PT Sritex, Perusahaan Tekstil Terbesar di Asia Tenggara yang Pailit