Pada tanggal 11 September 2001, Amerika Serikat mengalami salah satu tragedi terbesar dalam sejarahnya, yaitu serangan terorisme yang meruntuhkan gedung World Trade Center (WTC) di New York. Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa WTC 9/11. Tragedi 9/11 ini menumpahkan korban hingga ribuan orang.
Serangan teroris terbesar dalam sejarah Amerika
Peristiwa WTC pada 9 september 2001, sering juga disebut sebagai 9/11, adalah salah satu serangan teroris paling mematikan dalam sejarah. Insiden itu bermula saat 19 anggota kelompok teroris Al Qaeda di bawah pimpinan Osama bin Laden, membajak empat pesawat komersial maskapai AS, American Airlines dan United Airlines.
Dua pesawat yang dibajak ditabrakkan ke menara kembar World Trade Center (WTC). menyebabkan kedua menara runtuh dalam waktu kurang dari dua jam. Pesawat pertama menabrak menara WTC utara sekitar pukul 08.46 waktu setempat, dan 17 menit kemudian disusul pesawat kedua.
Pesawat ketiga menabrak Pentagon, markas besar Departemen Pertahanan AS di Arlington, Virginia. Pesawat keempat, United Airlines Penerbangan 93, jatuh di lapangan kosong di Pennsylvania setelah penumpang berusaha merebut kembali kendali dari para pembajak.
Serangan ini menewaskan sekitar 2.977 orang dari berbagai negara. Peristiwa ini juga memicu perubahan besar dalam kebijakan keamanan dan politik global, termasuk dimulainya “Perang Melawan Teror” oleh Amerika Serikat.
Peristiwa tersebut juga mendorong sejumlah sekutu bersama dengan Amerika Serikat bersatu untuk melawan kelompok Al-Qaeda. Amerika Serikat menyatakan telah memiliki beberapa bukti yang menunjukkan bahwa Al-Qaeda harus bertanggung jawab atas serangan tersebut dengan seruan anti-american.
Desember 2001, Presiden Bush melakukan sayembara bagi siapa pun yang mampu menangkap Osama Bin Laden, baik hidup ataupun mati, akan mendapat uang sebesar $25 juta. Pada tanggal 2 Mei 2011, Osama Bin Laden tewas di tangan pasukan khusus Amerika Serikat di Pakistan pada masa pemerintahan Barack Obama.
Baca Juga:
Peristiwa WTC 9/11 adalah bukti kegagalan intelijen Amerika dalam mendeteksi potensi serangan teroris
Tragedi 11 September 2001, atau yang lebih dikenal sebagai 9/11, merupakan salah satu peristiwa paling mengejutkan dalam sejarah modern. Serangan ini tidak hanya mengubah lanskap politik dan keamanan global, tetapi juga menyoroti kelemahan dalam sistem intelijen Amerika Serikat.
Kegagalan Intelijen Amerika Serikat jelas terlihat ketika Amerika Serikat tidak mampu mendeteksi atau mengawasi pergerakan kelompok Al-Qaeda yang pada akhirnya membajak 4 pesawat domestik dan menyebabkan ribuan korban jiwa. Pasca serangan tersebut dilakukan penyelidikan di mana anggotanya dipilih langsung oleh Presiden Bush. Jika dibandingkan, kemampuan intelijen Amerika Serikat sangat jauh di atas kemampuan intelijen kelompok Al-Qaeda dengan kemajuan teknologinya.
Sebelum serangan, ada beberapa peringatan yang tidak dianggap serius atau tidak ditindaklanjuti dengan tepat. Misalnya, FBI memiliki informasi tentang individu-individu yang terkait dengan Al-Qaeda yang mengikuti pelatihan penerbangan di AS, tetapi tidak berhasil menghubungkan titik-titik informasi ini untuk memprediksi rencana serangan. CIA juga memiliki informasi tentang beberapa pembajak, namun tidak berbagi informasi ini dengan FBI tepat waktu.
Komisi 9/11, yang dibentuk untuk menyelidiki serangan tersebut, menemukan bahwa ada banyak kesempatan yang terlewat untuk mengidentifikasi dan menghentikan pembajak sebelum mereka dapat melaksanakan rencana mereka. Laporan Komisi 9/11 menyimpulkan bahwa serangan tersebut adalah kegagalan “imajinasi, kebijakan, kemampuan, dan manajemen” dari pemerintah Amerika Serikat.
Hasil laporan juga menyatakan bahwa Central Intelligence Agency (CIA) telah gagal karena tidak mengawasi serta menambahkan Nawaf Al-Hazmi dan Khalid al-Mihdhar, yang merupakan militan Al-Qaeda, dalam daftar pengawasan tersangka teror. Kedua militan tersebut hadir dalam pertemuan puncak teroris di Malaysia pada 5 Januari 2000 yang telah diinvestigasi oleh CIA . Beberapa minggu kemudian, keduanya tersebut terbang ke Los Angeles pada 15 Januari 2000.
Baca Juga:
Sebagian besar anggota CIA diyakini telah mengetahui tersangka lainnya telah terbang ke Los Angeles dan tidak mengambil tindakan apa pun sehingga dinilai gagal oleh komisi. Selain itu, tersangka teroris sulit ditemukan karena CIA tidak memberikan identitas tersangka kepada Federal Bureau of Investigation (FBI). Jenderal CIA meyakini jika identitas tersangka diketahui sejak awal, maka memiliki potensi untuk mendapatkan informasi pendanaan, penerbangan pelatihan ,dan hubungan dengan pihak lain yang terlibat dalam serangan 9/11.
Pasca serangan, Amerika Serikat dan sekutunya mengambil langkah-langkah besar untuk memperbaiki sistem intelijen dan keamanan. Pembentukan Departemen Keamanan Dalam Negeri, peningkatan kerjasama intelijen internasional, dan perubahan dalam kebijakan visa dan imigrasi adalah beberapa dari perubahan yang dilakukan untuk mencegah terulangnya serangan serupa.
Baca Juga: Apa Makna Istilah Tone Deaf Dalam Dunia Politik dan Sosial?