5 Kerajaan Islam di Nusantara, Awal Penyebaran Agama Islam di Indonesia
Nusantara adalah wilayah yang meliputi kepulauan-kepulauan di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Malaysia, Brunei, Filipina, Singapura dan sebagian Thailand. Nusantara memiliki sejarah yang panjang dan kaya akan keragaman budaya, etnis, bahasa dan agama. Salah satu agama yang berkembang di Nusantara adalah Islam, dan dimulai dari berdirinya beberapa kerajaan Islam di Nusantara.
Menurut berbagai sumber sejarah, agama Islam masuk pertama kali ke Nusantara sekitar abad ke-6 Masehi. Saat itu, pedagang-pedagang Islam dari Arab, Persia, India, Tiongkok dan lainnya datang melalui jalur perdagangan laut dan berinteraksi dengan masyarakat setempat. Mereka membawa ajaran Islam yang kemudian diterima oleh sebagian penduduk Nusantara.
Setelah itu muncul berbagai kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara yang menjadi bukti dari perkembangan agama ini di wilayah nusantara. Kerajaan-kerajaan Islam ini juga turut berperan dalam menyebarkan Islam ke seluruh penjuru Nusantara melalui diplomasi, perdagangan, pernikahan, dakwah dan perang.
Berikut adalah beberapa kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara.
1. Kerajaan Samudera PasaiĀ
Kerajaan Samudera Pasai didirikan pada abad ke-11 oleh Meurah Khair. Kerajaan ini terletak dipesisir Timur Laut Aceh. Kerajaan ini merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Pendiri dan raja pertama Kerajaan Samudra Pasai adalah Meurah Khair. Ia bergelar Maharaja Mahmud Syah (1042-1078). Pengganti Meurah Khair adalah Maharaja Mansyur Syah dari tahun 1078-1133. Pengganti Maharaja Mansyur Syah adalah Maharaja Ghiyasyuddin Syah dari tahun 1133-1155.
Raja Kerajaan Samudra Pasai berikutnya adalah Meurah Noe yang bergelar Maharaja Nuruddin berkuasa dari tahun 1155-1210. Raja ini dikenal juga dengan sebutan Tengku Samudra atau Sulthan Nazimuddin Al-Kamil. Sultan ini sebenarnya berasal dari Mesir yang ditugaskan sebagai laksamana untuk merebut pelabuhan di Gujarat. Raja ini tidak memiliki keturunan sehingga pada saat wafat, kerajaan Samudra Pasai dilanda kekacauan karena perebutan kekuasaan.
Meurah Silu bergelar Sultan Malik-al Saleh (1285-1297). Meurah Silu adalah keturunan Raja Perlak (sekarang Malaysia) yang mendirikan dinasti kedua kerajaan Samudra Pasai. Pada masa pemerintahannya, sistem pemerintahan kerajaan dan angkatan perang laut dan darat sudah terstruktur rapi.
Kerajaan mengalami kemakmuran, terutama setelah Pelabuhan Pasai dibuka. Hubungan Kerajaan Samudra Pasai dan Perlak berjalan harmonis. Meurah Silu memperkokoh hubungan ini dengan menikahi putri Ganggang Sari, anak Raja Perlak. Meurah Silu berhasil memperkuat pengaruh Kerajaan Samudra Pasai di pantai timur Aceh dan berkembang menjadi kerajaan perdagangan yang kuat di Selat Malaka.
Baca Juga:
- Mengenal Sejarah Ibadah Haji, Dari Zaman Nabi Ibrahim Hingga Saat Ini
- Hadis dalam Era Modern: Relevansi dan Implementasinya dalam Kehidupan Kontemporer
2. Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh berdiri menjelang keruntuhan Samudera Pasai. Sebagaimana tercatat dalam sejarah, pada tahun 1360 M, Samudera Pasai ditaklukkan oleh Majaphit, dan sejak saat itu, kerajaan Pasai terus mengalami kemunduran. Diperkirakan, menjelang berakhirnya abad ke-14 M, kerajaan Aceh Darussalam telah berdiri dengan penguasa pertama Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada Ahad, 1 Jumadil Awal 913 H (1511 M).
Pada awalnya, wilayah kerajaan Aceh ini hanya mencakup Banda Aceh dan Aceh Besar yang dipimpin oleh ayah Ali Mughayat Syah. Ketika Mughayat Syah naih tahta menggantikan ayahnya, ia berhasil memperkuat kekuatan dan mempersatukan wilayah Aceh dalam kekuasaannya, termasuk menaklukkan kerajaan Pasai.
Saat itu, sekitar tahun 1511 M, kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di Aceh dan pesisir timur Sumatera seperti Peurelak (di Aceh Timur), Pedir (di Pidie), Daya (Aceh Barat Daya) dan Aru (di Sumatera Utara) sudah berada di bawah pengaruh kolonial Portugis. Mughayat Syah dikenal sangat anti pada Portugis, karena itu, untuk menghambat pengaruh Portugis, kerajaan-kerajaan kecil tersebut kemudian ia taklukkan dan masukkan ke dalam wilayah kerajaannya. Sejak saat itu, kerajaan Aceh lebih dikenal dengan nama Aceh Darussalam dengan wilayah yang luas, hasil dari penaklukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya.
Sejarah mencatat bahwa, usaha Mughayat Syah untuk mengusir Portugis dari seluruh bumi Aceh dengan menaklukkan kerajaan kerajaan kecil yang sudah berada di bawah Portugis berjalan lancar. Secara berurutan, Portugis yang berada di daerah Daya ia gempur dan berhasil ia kalahkan. Ketika Portugis mundur ke Pidie, Mughayat juga menggempur Pidie, sehingga Portugis terpaksa mundur ke Pasai. Mughayat kemudian melanjutkan gempurannya dan berhasil merebut benteng Portugis di Pasai.
3. Kerajaan Demak
Berdirinya Kerajaan Demak dilatarbelakangi oleh melemahnya pemerintahan Kerajaan Majapahit atas daerah-daerah pesisir utara Jawa. Daerah-daerah pesisir seperti Tuban dan Cirebon sudah mendapat pengaruh Islam. Dukungan daerah-daerah yang juga merupakan jalur perdagangan yang kuat ini sangat berpengaruh bagi pendirian Demak sebagai kerajaan Islam yang merdeka dari Majapahit.
Raden Patah adalah raja pertama Kerajaan Demak. Ia memerintah dari tahun 1500-1518. Pada masa pemerintahan agama Islam mengalami perkembangan pesat. Raden Patah bergelar Senopati Jimbun Ngabdurahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Pengangkatan Raden Patah sebagai Raja Demak dipimpin oleh anggota wali lainnya. Pada masa pemerintahannya, wilayah kerajaan Demak meliputi daerah Jepara, Tuban, Sedayu, Palembang, Jambi, dan beberapa daerah di Kalimantan. Pada masa pemerintahannya juga dibangun Masjid Agung Demak yang dibantu oleh para wali dan sunan sahabat Demak.
Pada masa Kerajaan Malaka jatuh ke tangan Portugis tahun 1511, Raden Patah merasa berkewajiban untuk membantu. Jatuhnya kerajaan Malaka berarti putusnya jalur perdagangan nasional. Untuk itu, ia mengirimkan putrannya, Pati Unus untuk menyerang Portugis di Malaka. Namun, usaha itu tidak berhasil. Setelah Raden Patah wafat pada tahun 1518, ia digantikan oleh putranya Pati Unus. Pati Unus hanya memerintah tidak lebih dari tiga tahun. Ia wafat tahun 1521 dalam usahanya mengusir Portugis dari kerajaan Malaka.
4. Kerajaan Banten
Kesultanan Banten berawal ketika Kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke daerah barat. Pada tahun 1524/1525, Sunan Gunung Jati bersama pasukan Demak merebut pelabuhan Banten dari kerajaan Sunda, dan mendirikan Kesultanan Banten yang berafiliasi ke Demak. Menurut sumber Portugis, sebelumnya Banten merupakan salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Sunda Kalapa dan Cimanuk.
Anak dari Sunan Gunung Jati (Hasanudin) menikah dengan seorang putri dari Sultan Trenggono dan melahirkan dua orang anak. Pelurusan Sejarahbahwa Pangeran Sabakingkin atau Sultan Maulana Hasanuddin nikah dengan Putri Kintamani mempunyai Anak yang pertama bernama Yusuf Akbar (Maulana Yusuf), pelurusan sejarah bahwa Anak Kedua Ratu Siti Rodiah kawin dengan Sultan Mahmud Badaruddin II Kesultanan Palembang Darussalam sedang anak ketiga Muhammad Nazaruddin (Sultan Maulana Muhammad Nazaruddin bergelar Alamsyah) Terjadi perebutan kekuasaan setelah Maulana Yusuf wafat (1570).
Pangeran Jepara merasa berkuasa atas Kerajaan Banten daripada anak Maulana Yusuf yang bernama Maulana Muhammad karena Maulana Muhammad masih terlalu muda. Akhirnya Kerajaan Jepara menyerang Kerajaan Banten. Perang ini dimenangkan oleh Kerajaan Banten karena dibantu oleh para ulama (inilah Sejarah Bikinan Belanda).
Pelurusan Sejarah bahwa Sultan Muhammad bukan anak dari Maulana Yusuf tetapi anak ketiga dari Sultan Hasanuddin, dengan nama lengkap Sultan Muhammad Nazaruddin “Alamsyah” dikawal oleh empat Pengawal Kesultanan masing-masing bernama Ananta Kusuma, Daeng, Nata Kusuma dan Jalaluddin pada saat itu Sultan Muhammad Nazaruddin yang bergelar Alamsyah berusia 19 tahun, melakukan perjalanan ke Palembang pada masa Inggeris masuk ke Palembang bukan untuk memerangi palembang tetapi menyambangi keluarga (Saudaranya yang bernama Ratu Siti Rodiah yang nikah dengan Sultan Mahmud Badaruddin II).