Budaya masyarakat Jawa, istilah klenik dan kejawen. Sampai saat ini masyarakat di Jawa masih banyak yang percaya dengan klenik dan kejawen
Klenik
Klenik berasal dari bahasa Jawa yang berarti sesuatu yang tersembunyi atau hal yang harus dirahasiakan untuk umum. Klenik sangat identik dengan hal-hal yang berbau mistis dan negatif. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menempatkan klenik sebagai sebuah aktivitas perdukunan. Klenik juga sesuatu dengan sesuatu hal yang tidak dapat diterima oleh akal sehat, tidak kasat mata, namun dipercaya oleh banyak orang.
Klenik juga merupakan suatu ilmu yang diajarkan kepada mereka yang sudah dewasa. Hal ini agar tidak disalahgunakan dan disalahartikan. Klenik merupakan ilmu yang diajarkan oleh guru, atau orangtua kepada anak dan agar mereka bisa membela diri dan membantu orang lain. Klenik sering segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia ghaib, paranormal, dukun, makhluk halus, jimat, jin, siluman dan sejenisnya.
Untuk menguasai ilmu didalam klenik, dibutuhkan waktu yang cukup lama agar ilmu tersebut dianggap sempurna. Membutuhkan tapa brata atau semedi, dan pengorbanan nyawa keluarga untuk menguasai sebuah ilmu dalam klenik.
Dalam prakteknya, klenik banyak yang menggunakan simbol atau tulisan arab atau Alquran. Jimat misalnya, tidak jarang dalam suatu jimat kita menemukan tulisan arab. Bukan hanya dalam jimat, bahkan para dukun untuk praktik pengobatan juga banyak menggunakan bahasa arab.
Kejawen
Berbeda dengan klenik, Kejawen merupakan pandangan hidup orang jawa. Kejawen adalah segala hal yang berhubungan dengan adat dan kepercayaan orang jawa. Orang-orang jawa sejak terlebih dahulu memang mengakui keesaan Tuhan. Dalam Kejawen, dipercaya bahwa Tuhan itu adalah satu. Itulah yang menjadi inti dari ajaran kejawen, yaitu Percaya Kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kejawen lebih berupa seni, budaya, tradisi, sikap, ritual, dan pandangan hidup orang-orang Jawa. Kejawen menghormati semua ajaran agama. Tidak ada intervensi ke dalam suatu agama tertentu untuk melarang atau menyuruh sesuatu. Karena Kejawen dan juga agama yang dianut berjalan lancar. Melengkapi satu sama lain hingga membentuk sebuah keharmonisan dalam hidup manusia.
Filsafat kejawen biasanya berkembang seiring dengan agama yang dianut oleh pengikutnya. Sehingga kemudian dikenal terminologi Islam Kejawen, Hindu Kejawen, Budha Kejawen, dan Kristen Kejawen. Di mana pengikut masing-masing aliran itu akan tetap melaksanakan adat dan budaya Kejawen yang telah bertransformasi dengan agama yang dipeluknya.
Dalam budaya islam kejawen, dikenal acara seperti nyadran, mitoni, tedhak siten, wetonan. Ritual-ritual kejawen tersebut sudah diadaptasi oleh masyarakat dengan budaya Islam, seperti mengadakan sholawatan ketika upacara mitoni, membaca surat-surat Al-Qur’an ketika nyadran. Dalam perkembangannya Kejawen bukan hanya membaurkan adat juga budaya ke dalam agama penganutnya, namun juga berkembang menjadi kegiatan yang berbau mistis, klenik, dan bersifat gaib.
Klenik dan Kejawen dalam pandangan islam
Jika dilihat memang antara klenik dan kejawen memiliki perbedaan yang hakiki. Walaupun sama-sama adat dan budaya yang berasal dari lingkup jawa. Klenik lebih dikenal dengan dunia hitamnya dan tidak mengenal Tuhan. Kejawen mengakui keesaan Tuhan, dan ajarannya sudah membaur dengan agama penganutnya.
Agama islam sendiri tidak mengenal ritual atau prosesi adat seperti dalam klenik dan kejawen. Masyarakat di pulau jawalah yang mencampuradukan urusan klenik dan kejawen dalam ranah Islam. Bahkan ajaran-ajaran tersebut telah menyebar keluar wilayah, karena dipraktikan dan dikembangkan oleh penerusnya. Seperti contoh kegiatan-kegiatan di lingkungan kita yang masih dilaksanakan oleh masyarakat :
- Melaksanakan prosesi 4 bulanan / 7 bulanan bagi wanita hamil
- Melaksanakan selamatan/ tahlilan untuk keluarga yang meninggal pada hari ke 7, 40, dan 1000
- Melaksanakan selamatan/tahlilan untuk orang yang akan melaksanakan ibadah haji/umrah
- Menaruh gunting di bawah bantal untuk bayi yang baru lahir dan masih banyak lagi contoh-contoh tradisi dalam kehidupan masyarakat muslim yang masih dilaksanakan
- Melakukan berbagai ritual adat di malam 1 suro (1 Muharram/Tahun baru islam)
Memang awal dari masih dijalankannya kegiatan tersebut adalah proses penyebaran agama Islam di tanah air. Para wali yang menjadi pendakwah mencoba membaurkan islam dengan adat dan kebudayaan daerah setempat. Alhasil, islam seperti itulah yang banyak ditemui di masyarakat saat ini. Para pendakwah meramu adat dan kebudayaan, kemudian disisipi dengan doa dan bacaan yang diambil Alquran dan Hadist, berharap agar agama islam dapat diterima oleh masyarakat setempat waktu itu.
Hal itu berlangsung berabad-abad. Dengan berbagai macam modifikasi dan evolusi sampai saat ini, masyarakat masih membenarkan campur baur antara agama Islam yang sesungguhnya dengan adat dan budaya masyarakat setempat.
Hal ini tentu saja tidak dapat dibenarkan. Benar bahwa tradisi tersebut berasal dari turun temurun, dan juga benar bahwa tradisi tersebut dilestarikan untuk menjaga agar tidak punah. Namun tidak benar karena tidak ada dasarnya sama sekali dalam Al Quran dan Hadits. Agama Islam adalah agama yang sempurna. Semua ibadah yang umat islam lakukan, wajib bersumber kepada Al Quran dan Hadits. Tidak perlu lagi kita mengada-ada atau menambahkan hal baru dalam urusan beragama.
Baca Juga : 7 Manfaat Memasukkan Anak di Pondok Pesantren
saya sangat suka mempelajari kejawen