Baru-baru ini penulis menyoroti tentang Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) yang telah disetujui oleh DPR dan diubah statusnya resmi menjadi RUU inisiatif DPR pada tahun lalu yaitu tepatnya pada tanggal 30 Juni 2022 yang lalu.
Hal yang paling saya soroti selain RUU KIA yang dianggap sebagai wadah dalam memberikan kepastian dalam hal pemenuhan hak setiap ibu dan anak, terutama bagi perempuan yang statusnya adalah sebagai pekerja adalah mengenai pemberian cuti bagi ayah atau suami. Sudahkah kalian mengetahui mengenai Hari cuti ayah atau suami? Simak penjelasannya, ya!
Hari Cuti Ayah
Hari cuti ayah merupakan cuti singkat atau dalam waktu tertentu yang sudah ditentukan untuk suami (ayah) yang istrinya baru saja melahirkan. Hal tersebutlah yang coba diwujudkan dalam oleh RUU KIA yaitu teruntuk suami akan mendapatkan cuti ketika mendampingi istri yang melahirkan paling lamanya selama 40 hari, tak hanya itu hak juga diberikan kepada suami yang istrinya mengalami keguguran untuk mengambil cuti paling lama 7 hari.
Baca Juga: RUU PPRT: Solusi Untuk Para Pekerja Rumah Tangga?
Pentingnya Pemberian Hari Cuti Ayah
Adanya hari cuti ayah tentunya sangat penting hal ini disebabkan kehadiran suami tentunya sangat dibutuhkan pada saat itu periode pra dan pasca melahirkan, pendampingan dan bantuan untuk mengurus anak terutama pada hari-hari dimana awal kelahiran tentunya merupakan kontribusi yang sangat positif untuk dibangun, selain itu hadirnya suami sebagai ayah dapat dimanfaatkan agar terjadi bonding yang kuat antara ayah dengan anaknya.
Para suami yang sibuk dengan pekerjaanya selama ini dan cenderung sulit untuk mendapat cuti kerja selama ini dapat dibuktikan dengan survey penelitian yang dilakukan oleh Pew Research yang mengungkapkan bahwa setengah dari responden cenderung cemas karena mereka tidak mempunyai waktu yang cukup dihabiskan bersama anak.
Oleh karena itu hadirnya Konsep Panternity leave sangat dibutuhkan pada saat ini, Panternity leave merupakan kebijakan yang diberikan oleh pemerintah untuk laki-laki yang akan menjadi ayah atau pada kasus-kasus tertentu dimana mereka akan mengadopsi bayi. Hadirnya sendiri sudah diperkenalkan di Hongaria pada tahun 1967 dan di Swedia pada tahun 1974, yang tentu tujuan utamanya adalah agar memberikan ruang kepada laki-laki untuk mendapatkan haknya dalam pengasuhan anaknya dan dalam hal mengurus keluarga selama periode tersebut.
Selain hari cuti ayah juga mewujudkan konsep kesetaraan gender dalam keluarga dimana pengasuhan dan bonding tidak hanya dibebankan kepada perempuan, sehingga parenting bisa dilakukan secara bersama-sama baik dari sisi ibu dan ayah.
Pro Kontra Mengenai Hari Cuti Ayah
Walaupun banyak hal positif yang didapat namun tak sedikit  juga yang meragukan hari cuti ayah ini, dikarenakan beberapa perusahaan mungkin akan menganggap wacana tersebut yang akan menimbulkan terganggunya operasional perusahaan. Selain itu juga tak sedikit suami yang takut jika mengambil cuti ini akan terjadi diskriminasi dikarenakan kembali lagi yaitu para pekerja takut dianggap sebagai penyebab terganggunya operasional perusahaan yang akan menimbulkan konsekuensi dikemudian hari.
Pro dan kontra akan selalu hadir terlebih di Indonesia masih belum banyak yang mengenal konsep paternity leave ini. Oleh karena itu, tak ada salahnya untuk mencoba mengingat banyak negara yang telah berhasil menerapkan konsep ini salah satunya adalah Finlandia. Dalam usaha menciptakan generasi bangsa yang maju, hal tersebut akan semakin mudah tercapai jika generasi kedepan berhasil mendapatkan tumbuh kembang yang baik terlebih berasal dari lingkungan keluarga dimana peran ayah dan ibu akan sangat dibutuhkan.
Ketakutan perusahaan akan terganggunya operasional perusahaan harusnya dapat diminimalisir, karena konsep paternity leave akan menimbulkan manfaat bagi perusahaan  seperti dalam hal menurukan resiko depresi bagi ayah selain itu dapat menaikkan produktivitas pekerja setelah masa cuti.
Baca Juga: Pendidikan Dalam Bingkai Prestasi
Â
BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.