Social & Culture

11 Upacara Adat Suku Tengger, Kekayaan Budaya di Kaki Gunung Bromo

Masyarakat suku tengger merupakan salah satu suku yang mendiami lereng gunung Bromo-Bemeru. Gunung bromo adalah gunung yang dianggap suci bagi masyarakat tengger karena merupakan lambang tempat dewa Brahma, tempat wisata terkenal di jawa timur yang dapat ditempuh lewat empat kabupaten, yaitu: Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Malang.

Suku Tengger di Bormo dikenal sangat berpegang teguh pada adat dan istiadat Hindu lama yang menjadi pedoman hidup mereka. Keberadaan suku ini juga sangat dihormati oleh penduduk sekitar termasuk menerapkan hidup yang sangat jujur dan tidak iri hati.

Menurut penuturan masyarakat setempat, diyakini bahwa suku tengger adalah keturunan Roro Anteng, yaitu seorang putri dari raja Majapahit dan Joko Seger, yaitu putera seorang brahmana. Bahasa daerah yang mereka gunakan sehari hari adalah bahasa Jawa Kuno. Mereka tidak memiliki kasta bahasa, sangat berbeda dengan bahasa Jawa yang dipakai umumnya dengan tingkatan bahasa.

Sebagai masyarakat adat, banyak ritual atau upacara adat yang kerap dilakukan turun-temurun. Berikut beberapa upacara adat suku Tengger yang masih lestari hingga saat ini.

1. Hari raya Karo

Hari raya terbesar masyarakat Tengger adalah upacara karo atau hari raya karo diawali tanggal 15 kalender saka Tengger. Masyarakat menyambutnya dengan penuh suka cita, mereka mengenakan pakaian baru, kadang pula membeli pakaian hingga 2-5 pasang, perabotanpun juga baru.

Makanan dan minuman pun juga melimpah pada adat ini masyarakat suku tengger juga melakukan anjang sana (silaturrahmi) kepada semua sanak saudara, tetangga semua masyarakat Tengger. Uniknya tiap kali berkunjung harus menikmati hidangan yang diberikan oleh tuan rumah.

Tujuan penyelenggaraan upacara karo ini adalah untuk mengadakan pemujaan terhadap Sang Hyang Widhi Wasa dan menghormati leluhurnya, memperingati asal-usul manusia, untuk kembali pada kesucian, dan untuk memusnahkan angkara murka.

2. Pujan Kapat

Upacara kapat jatuh pada bulan keempat (papat) menurut tahun saka disebut pujan kapat, bertujuan untuk memohon berkah keselamatan serta selamat kiblat, yaitu pemujaan terhadap arah mata angin yang dilakukan bersama- sama disetiap desa (rumah kepala desa) yang dihadiri para pini sepuh desa, dukun, dan masyarakat desa.

Baca Juga:

3. Pujan Kapitu

Pujan kapitu (bulan tujuh), semua pini sepuh desa dan keharusan pandita dukun melakukan tapa brata dalam arti diawali dengan pati geni (nyepi) satu hari satu malam, tidak makan dan tidak tidur. Selanjutnya diisi dengan puasa mutih (tidak boleh makan makanan yang enak), biasanya hanya makan nasi jagung dan daun-daunan selama satu bulan penuh. Setelah selesai ditutup satu hari dengan pati geni. Pada bulan kapitu ini masyarakat suku tengger tidak diperbolehkan mempunyai hajat.

4. Pujan Kawolu

Upacara ini jatuh pada bulan kedelapan (wolu) tanggal 1 tahun saka. Pujan kawolu sebagai penutipan megeng. Masyarakat mengirimkan sesaji ke kepala desa, dengan tujuan untuk keselamatan bumi, air, api, angin, matahari, bulan dan bintang. Pujan kawolu dilakukan bersama dirumah kepala desa.

5. Pujan Mubeng

Upacara ini jatuh pada bulan kesembilan (sanga) tanggal 24 setelah purnama tahun saka. Masyarakat berkeliling desa dengan membunyikan kenyongan dan membawa obpr. Upacara diawali oleh para wanita yang mengantarkan sesaji ke kepal desa, untuk dimantrai oleh pendeta.

Selanjutnya pendeta dan para sesepuh desa membentuk barisan, berjalan mengelilingi desa. Tujuan mengadakan upacara ini adalah memohon kepada Sang Hyang Widi Wasa untuk keselamatan masyarakat tengger. Masyarakat bersama anak – anak keliling desa membawa alat kesenian dan obor.

6. Yadnya kasada

Dilaksanakan pada saat purnama bulan Kasada (ke dua belas) tahun saka, disebut juga sebagai Hari Raya Kurban. Upacara kasada dilakukan di ponten pure luhur, semua masyarakat Tengger berkumpul menjelang pagi. Tidak hanya masyarakat Tengger yang beragama Hindu saja, tetapi semua masyarakat Tengger yang beragama lainnya.

Prosesi diawali dengan pementasan tarian tradisional kisah Roro Anteng dan Jaka Seger. Setelah itu dilakukan pelantikan dukun dan pemberkatan umat.

Setelah upacara, melabuhkan sesaji berupa hasil bumi yang sudah dimantrai dukun ke kawah gunung Bromo. Tidak hanya upacara saja tetapi juga bermusyawarah dan bersilaturrahmi dengan dukun dan masyarakat Tengger.

Biasanya lima hari sebelum upacara Yadnya kasada, diadakan berbagai tontonan seperti tari-tarian, balapan kuda di lautan pasir, jalan santai, pameran. Sekitar pukul 05.00 pendeta dari masing-masing desa, serta masyarakat tengger mendaki gunung Bromo untuk melempar kurban (sesaji) ke kawah gunung bromo. Setelah pendeta melempar ongkeknya (tempat sesaji) baru diikuti oleh masyarakat lainnya.

Baca Juga:

7. Upacara Unan-unan

Upacara ini diadakan hanya tiap lima tahun sekali. Unan-unan adalah tahun panjang (seperti tahun kabisat) melakukan upacara ngurawat jagat, mensucikan hal-hal yang tidak baik dengan mengorbankan kerbau. Upacara unan-unan diadakan dengan tujuan Ayu Lumahing Bumi dan Kureping Langit atau berarti mempercantik permukaan bumi dan di bawah langit.

Dalam acara ini selalu diadakan acara penyembelihan binatang ternak yaitu kerbau. Kepala kerbau dan kulitnya diletakkan diatas ancak besar yang terbuat dari bambu, di arak ke sanggar pamujan.

8. Upacara Entas-entas

Upacara Adat Suku Tengger selanjutnya adalah Entas-entas. Entas-entas adalah upacara kematian yang dilakukan untuk menyucikan arwah orang yang telah meninggal, dan mengantar roh mereka menuju alam baka secara tenang.

Bisa dibilang ini semacam ritual pelepasan jiwa, agar tidak gentayangan dan bisa “entas” (selesai, selesai urusannya di dunia). Upacara ini tidak dilakukan langsung setelah orang meninggal. Bisa dilakukan berbulan atau bahkan bertahun-tahun setelahnya, ketika keluarga sudah siap secara lahir dan batin, termasuk secara ekonomi. Biasanya juga dikumpulkan secara kolektif, jadi bisa sekaligus untuk beberapa orang (mirip upacara ngaben massal di Bali).

9. Upacara Mecaru

Upacara adat suku Tengger selanjutnya adalah upacara mecaru. Mecaru merupakan rangkaian prosesi upacara yang dilakukan umat Hindu untuk menyambut Hari Raya Nyepi sebagai upaya introspeksi diri untuk mendekatkan diri pada Sang Hyang Widi, sesama manusia, serta lingkungan, atau yang disebut Tri Hita Karana.

Pelaksanaannya dimulai sejak pagi di masing-masing desa kemudian dilanjutkan pada siang hari, di mana seluruh umat Hindu suku Tengger di Gunung Bromo melanjutkan upacara Mecaru bersama atau Tawur Agung Kesanga yang dipusatkan di lapangan Telogosari, Tosari, Pasuruan.

Upacara yang diikuti ribuan umat Hindu suku Tengger di kawasan Gunung Bromo tersebut kemudian dilanjutkan dengan mengarak puluhan Ogoh-ogoh ke masing-masing desa di wilayah Kecamatan Tosari, Tutur (Nongkojajar), dan Puspo.

Umat Hindu suku Tengger yang telah bersih dari pengaruh sifat jelek, kemudian melaksanakan Catur Berata Penyepian, yakni tidak menyalakan api (Amati Geni), tidak bekerja (Amati Karya), tidak bepergian (Amati Lelungan), dan tidak bersenang-senang (Amati Lelalungan).

10. Tugel Kuncung

Ritual Tugel Kuncung wajib dilaksanakan masyarakat Tengger, khususnya di Dusun Krajan, Desa Wonokerso, Kecamatan Sumber, Kabupaten Probolinggo. Upacara ini diselenggarakan sebelum seseorang melaksanakan khitanan atau nikahan, dan terkadang bersamaan dengan ritual entas-entas.

Upacara ini diawali dengan doa bersama di pura setempat. Kemudian, seorang dukun yang memimpin ritual akan memotong rambut para peserta. Masyarakat Tengger percaya ritual ini bisa menjauhkan dari nasib buruk, dan menghindari berbagai hambatan dalam kehidupan, serta kemakmuran di masa yang akan datang.

Baca Juga:

11. Upacara Melasti

Upacara Melasti Suku Tengger merupakan ritual sakral yang digelar umat Hindu di kawasan lereng Gunung Bromo, Jawa Timur, untuk menyambut Hari Raya Nyepi. Prosesi ini biasanya dilaksanakan di sumber mata air atau danau, yang diyakini sebagai tempat suci untuk menyucikan diri dan sarana upakara. Umat membawa berbagai perlengkapan persembahyangan, pratima, dan sesaji yang akan disucikan sebagai simbol pembersihan lahir dan batin.

Tradisi Melasti bagi Suku Tengger menjadi momentum penting untuk memohon keseimbangan alam dan keselamatan seluruh makhluk. Dengan mengenakan busana adat lengkap, warga berjalan bersama menuju lokasi upacara sambil melantunkan doa dan kidung suci. Air dari sumber mata air dianggap sebagai tirta amerta atau air kehidupan, yang digunakan untuk membersihkan segala unsur negatif.

Itulah beberapa upacara adat suku Tengger yang masih lestari hingga saat ini. Semoga bermanfaat.

Baca Juga: 7 Upacara Adat Jawa Barat Untuk Menyambut Kelahiran Bayi, Dari Mengubur Tembuni Hingga Turun Taneuh

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button