Pelajaran Dari Musibah Sumatera, Pentingnya Pelestarian Ekosistem Hutan Sebagai Pencegah Bencana

Hutan sebagai sumber daya alam memiliki fungsi yang sangat kompleks dalam mengatur keseimbangan alam sekitarnya. Tingginya keanekaragaman hayati dan sumberdaya mineral dalam kawasan hutan membuat manusia menjadikannya sebagai objek eksplorasi dan eksploitasi bagi bebagai kepentingan manusia.
Aktivitas manusia yang tidak memperhatian kaedah-kaedah ekologi, konservasi dan kelestrian telah membuat rusaknya fungsi hutan tersebut. Akibatnya, terjadilah bencana sebagai akibat dari ulah manusia itu sendiri, seperti bencana alam Sumatera pada akhir Nopember 2025.
Hutan di Indonesia semakin habis
Hutan sebagai sumberdaya alam saat ini keberadaannya terus mengalami penurunan, baik dari sisi kuantitas maupun kualitasnya. Maraknya kegiatan pembalakan liar dan budaya ladang berpindah pada sebagian masyarakat kita menjadi penyebab utama rusaknya hutan.
Tingginya permintaan pasar akan kayu sebagai bahan bangunan yang bernilai ekonomis tinggi, kebutuhan hidup yang terus meningkat menyebabkan banyak masyarakat yang melakukan penebangan hutan secara liar tanpa menghiraukan kaedah-kaedah konservasi. Padahal kemampuan hutan sebagai sumber daya alam dalam menerima tekanan dari masyarakat sekitarnya sangat terbatas. Tekanan yang berlebihan menyebabkan laju kerusakan hutan jauh lebih tinggi daripada kemampuan hutan untuk memulihkan dirinya. Rusaknya vegetasi hutan menyebabkan hutan menjadi rusak dan berubah menjadi lahan kritis.
Baca Juga:
Sistem Hidrologi Hutan
Hutan bukan hanya sekumpulan individu pohon atau spesies tanaman tertentu, tetapi merupakan suatu kumpulan dari berbagai macam tumbuhan dalam hubungan yang sangat kompleks, yang terdiri selain dari pohon juga semak, tumbuhan bawah, jasad renik tanah, dan hewan lainnya. Berbagai komponen penyusun hutan tersebut satu sama lain terkait dalam hubungan ketergantungan.
Untuk dapat dikategorikan sebagai hutan, sekelompok pohon-pohon harus mempunyai tajuk-tajuk yang cukup rapat dan berlapis, dan menghasilkan tumpukan bahan organik/serasah yang sudah terurai maupun belum, di atas tanah mineral. Terdapat unsur-unsur lain yang berasosiasi, antara lain tumbuhan yang lebih kecil dan berbagai bentuk kehidupan fauna.
Penutupan vegetasi memegang peranan penting dalam pengaturan sistem hidrologi, terutama “efek spons” yang dapat menyerap air hujan dan mangatur pengalirannya sehingga mengurangi kecenderungan banjir dan menjaga aliran air di musim kemarau. Fungsi tersebut akan hilang jika vegetasi di daerah DAS yang lebih tinggi hilang atau rusak.
Keberadaan vegetasi sangat penting dalam menentukan kondisi air tanah sehingga pada musim kemarau tidak terjadi kekeringan dan pada musim hujan tidak terjadi banjir, karena tidak semua air hujan yang terinfiltrasi oleh tanah mengalir kesungai atau tampungan air lainnya, sebagian tetap tinggal dalam lapisan tanah bagian atas (top soil) untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer melalui permukaan tanah (soil evaporation) dan melalui tajuk vegetasi (transpiration).
Di seluruh wilayah tropika, 90% petani di dataran rendah tergantung pada kegiatan 10% masyarakat yang tinggal di daerah hulu sungai. Persediaan air sangat penting bagi kehidupan manusia, seperti untuk pertanian dan industri, sehingga perlindungan fungsi air dari hutan bernilai lebih tinggi dibandingkan penggunaan lainnya.
Hutan sebagai pencegah bencana alam
Rusaknya sebagaian besar hutan di Indonesia, disinyalir sebagai pemicu bencana yang sering terjadi. Peristiwa banjir bandang dan tanah longsor di daerah Aceh, Sumatera Barat dan Sumatera Utara pada akhir Nopember 2025, semakin membuka mata kita akan pentingnya pelestarian hutan. Beberapa fungsi hutan sebagai pencegah bencana alam antara lain:
1. Mengurangi risiko terjadinya Banjir
Terjadinya perubahan vegetasi hutan karena aktivitas manusia berlebihan terutama pada daerah catchment area akan menyebabkan rusaknya kesimbangan ekosistem yang ada. Ekosistem suatu DAS dikatakan stabil selama hubungan timbal balik antara komponen ekosistem tersebut dalam keadaan seimbang. Jika hubungan timbal balik antar komponen-komponennya mengalami gangguan dapat berpengaruh negatif terhadap ekosistem tersebut yang berdampak rusaknya fungsi ekologis DAS tersebut.
Resiko banjir di DAS yang berhutan menjadi kecil karena mempunyai koefisien air larian yaitu 0,001-0,1 (ratio antara aliran air permukaan dan aliran air dasar). Jika di suatu DAS yang banyak dilakukan konversi hutan menjadi non-hutan seperti daerah Puncak atau Lembang, sehingga meningkatkan koefisien larian maka resiko terjadinya banjir menjadi besar bahkan banjir bandang. Resiko terjadinya banjir dapat dipertinggi oleh faktor topografi dan curah hujan. Curah hujan yang tinggi ditambah dengan topografi daerah pegunungan pendek dan terjal serta rendahnya penutupan vegetasi merupakan kombinasi faktor penting terjadinya banjir bandang.
Meski adanya hutan yang lebat di suatu wilayah tertentu bukan jaminan tidak dapat terjadi banjir, hutan mengurangi resiko terjadinya banjir melalui intersepsi oleh tajuk dan serasah serta meningkatkan resapan air tanah. Tetapi jika terjadi hujan deras dan lama maka banjirpun dapat terjadi, namun dengan masih terjaganya hutan naiknya air banjir terjadi dengan pelan-pelan sehingga bukan banjir bandang, sebaliknya di daerah yang gundul dan permukaan tanahnya padat (karena tanah yang rusak atau bangunan) resiko terjadinya banjir bandang sangat besar.
2. Sebagai penahan laju erosi
Erosi secara umum didefinisikan sebagai terjadinya pengikisan lapisan permukaan tanah yang disebabkan oleh aktivitas alamiah seperti air, hujan dan angin. Tinggi rendahnya erosi antara lain dipengaruhi oleh kondisi vegetasi hutan, jenis tanah dan tofografi lahan serta tingkat kemiringan dan curah hujan.
Besarnya erosi tanah karena curah hujan sangat ditentukan oleh diameter butiran air dan kecepatan jatuhnya. Makin tinggi intensitas hujan makin besar pula diameter butiran air, demikian pula makin lebar ujung penetas daun makin besar pula butiran air lolosan yang jatuh. Besarnya kecepatan air yang jatuh dipengaruhi pula oleh besar butiran air. Karena butir air lolosan sampai batas intensitas hujan tertentu lebih besar dari pada butir air hujan maka erosivitas air lolosan lebih besar daripada erosivitas air hujan. Hanya pada hujan lebat erosivitas air hujan melebihi erosivitas air lolosan.
Dengan adanya vegetasi yang sempurna maka kerusakan alam karena erosi akan dapat ditekan seminal mungkin. Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa vegetasi sangat berperan penting dalam proses terjadinya erosi. penghijauan yang hanya menanam pohon yang tinggi tanpa memperhatikan adanya tumbuhan bawah dan serasah justru akan menaikkan erosi.
Baca Juga:
3. Mencegah terjadinya tanah longsor
Tanah Longsor merupakan proses runtuhnya material dinding tebing/lereng yang berupa tanah dan semua komponen penyusunnya ke areal lebih rendah yang disebabkan oleh faktor geologi, curah hujan maupun aktivitas manusia. Hutan mempunyai peranan dalam pengendalian terjadinya tanah longsor.
Pengaruh hutan tersebut dilakukan oleh akar-akar pohon, pada tanah yang pepohonannya masih alami longsor jarang sekali terjadi. Namun pada hutan gundul dengan tekstur tanah yang labil longsor dapat terjadi setiap saat. Pembukaan lahan pertanian pada lereng-lereng perbukitan dan aktivitas pertambangan tanpa memperhatikan kaidah konservasi menjadi penyebab utama terjadinya longsor.
Beberapa penelitian menyebutkan pada tanah yang tidak stabil karena faktor penebangan hutan, dapat menaikkan hampir lima kali kejadian longsor dan hampir tiga kali volume tanah yang longsor. Pembuatan jalan dalam kawasan hutan meningkatkan 50 kali pada kejadiaan longsor dan 30 kali pada volume tanah yang longsor. Sedangkan pada tanah yang stabil pengaruh tersebut tidak terlalu nampak. Sehingga hutan sangatlah penting untuk pengendaliaan tanah longsor khususnya di daerah yang tidak stabil.
Sumber:
- Andriyani, C dan Saputra, K.T. 2005. Peranan tanaman Pioner Dalam Rehabilitasi Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.Yogyakarta
- Wiryono. 2009. Ekologi Hutan. UNIB Press. Bengkulu
Baca Juga: 11 Fakta Mencengangkan Dari Hutan Amazon, Tidak Cuma Dihuni Anaconda dan Ikan Piranha!


















