7 Jenis Upacara Ngaben Bali, Prosesi Ritual Adat Kematian di Pulau Dewata

Ngaben secara kasar bisa diartikan sebagai sebuah prosesi pembakaran mayat dalam masyarakat Hindu Bali. Secara etimologis, istilah ngaben adalah prosesi pembakaran mayat tidak selamanya tepat karena adakalanya tradisi ngaben tak selalu tentang prosesi membakar mayat.
Dalam bahasa lain di Bali, ngaben juga sering disebut dengan kata palebon. Kata ini diyakini berasal dari kata lebu yang berarti tanah atau debu. Jadi, ngaben atau palebon adalah sebuah prosesi upacara adat bagi sang mayat untuk ditanahkan (menjadi tanah). Dalam hal men’tanah’kan ini masyarakat Hindu Bali mengenal dua cara yakni dengan menguburkannya dan atau membakarnya.
Dengan kata lain prosesi pembakaran mayat ada dalam upacara ngaben, tapi ngaben tidak berarti selalu berupa upacara pembakaran mayat. Berikut beberapa jenis upacara ngaben yang umum dilakukan oleh masyarakat Bali.
1. Mendhem Sawa
Mendhem Sawa secara harfiah berarti menguburkan mayat. Dan seperti yang sudah dijelaskan di atas, yakni Upacara Ngaben yang tidak dengan membakar mayat atau disebut dengan “bila tanem atau mratiwi”.
Di samping itu juga, dalam masyarakat Hindu Bali ada semacam konfensasi untuk menunda pembakaran sang mayat karena tersebab oleh hal-hal yang dapat diterima seperti kurangnya biaya, sedang dalam keadaan darurat dan sebagainya.
Namun perlu diingatkan bahwa pada prinsipnya setiap orang mati harus segera di aben. Bagi mereka yang masih memerlukan waktu menunggu sementara maka sawa (jenasah) itu harus di pendhem (dikubur) dulu. Dititipkan pada Dewi penghuluning Setra (Dewi Durga).
2. Asti Wedhana
Ngaben ini dilakukan untuk jenazah yang sudah pernah dikubur (makingsan ring pertiwi atau dititipkan di Ibu Pertiwi) sebelumnya.
Jenazah sudah dikubur, sehingga yang diaben hanyalah tulang-belulang yang tersisa. Biasanya, jenazah yang akan dikremasi hanya berupa tulang-belulang yang tersisa pasca digali dari makam dia berada.
Baca Juga:
3. Ngaben Ngelungah
Upacara Ngaben yang diselenggarakan untuk anak-anak yang belum tanggal gigi (gigi susu belum tanggal/berganti). Secara usia, biasanya berkisar antara 5 hingga 6 tahun.
4. Ngaben Warak Kruron
Upacara Ngaben yang dilaksanakan untuk bayi yang meninggal, termasuk bayi yang meninggal saat masih di dalam kandungan (keguguran) atau bayi yang berusia antara 3 hingga 12 bulan.
5. Swasta
Ngaben Swasta dikhususkan bagi orang yang meninggal dan mayatnya tidak diketahui keberadaannya, tidak ditemukan (baik karena hilang atau karena terlalu lama dikuburkan), atau terlalu jauh (meninggal di tempat yang jauh).
Tiga hari sebelum pengabenan diadakan upacara ngulapin, bagi yang meninggal di kejauhan yang tidak diketahui dimana tempatnya, upacara pengulapan, dapat dilakukan di perempatan jalan. Dan bagi yang lama di pendhem yang tidak dapat diketahui bekasnya pengulapan dapat dilakukan di Jaba Pura Dalem.
6. Sawa Prateka
Sawa Prateka adalah dikhususkan bagi mayat yang baru meninggal dan belum pernah diadakan upacara penguburan sama sekali. Prosesinya sendiri secara singkat dapat dikronologiskan sebagai berikut: setelah ruh meninggalkan badan, maka pertama-tama yang dilakukan oleh keluarga mendiang adalah mengadakan upacara bagi sang mendiang seperti memandikan jenazahnya, memercikinya dengan tirta pemanah, memberinya sesaji tertentu sebagai hidangan, dengan lebih dulu atma itu disuruh kembali sementara pada badannya terdahulu.
Baca Juga:
7. Sawa Wedhana
Ngaben Sawa Wedana merupakan jenis Upacara Ngaben di mana seseorang yang nantinya akan dikremasi masih memiliki tubuh fisik yang utuh. Sampai Upacara Ngaben dimulai, tubuh jenazah akan diusahakan agar tidak membusuk.
Biasanya dilakukan dalam kurun waktu 3 hingga 7 hari setelah meninggal, atau bisa ditunda hingga berbulan-bulan, di mana jenazah diawetkan terlebih dahulu (misalnya dengan formalin atau ramuan tradisional).
Selama menunggu waktu upacara, jenazah sering diperlakukan seolah-olah hanya sedang tidur, sebagai simbol bahwa roh masih berada di lingkungan keluarga.
8. Ngaben Massal (Ngaben Bersama)
Ngaben massal adalah bentuk pelaksanaan Ngaben yang melibatkan beberapa jenazah dari keluarga berbeda secara bersamaan. Tujuannya adalah untuk meringankan beban biaya yang cukup besar bagi masing-masing keluarga, tanpa mengurangi makna dan kesakralan upacara. Dalam Ngaben massal, rangkaian upacara biasanya diselenggarakan oleh desa adat atau lembaga sosial.
Baca Juga: 11 Upacara Adat Suku Tengger, Kekayaan Budaya di Kaki Gunung Bromo


















